LAPORAN PENDAHULUAN
PNEUMONIA PADA NEONATUS
1.
Definisi
Pneumonia ialah suatu radang paru yang
disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda
asing yang mengensi jaringan paru (alveoli). (DEPKES. 2006).
Pneumonia adalah salah satu penyakit yang
menyerang saluran nafas bagian bawah yang terbanyak dan sering menyebabkan
kematian terbesar bagi penyakit saluran nafas bawah yang menyerang neonatus dan
balita. (Bennete, 2013).
Pneumonia pada neonatus bisanya terjadi karena bayi
mengalami aspirasi cairan seperti amnion, mekonium dan dan benda- benda dari
saluran lahir yang dapat
memblokade jalan nafas. Bakteri patogen ditemukan menyertai benda-benda yang
teraspirasi dan dapat terjadi pneumonia ( Ralp, 2006)
2.
Etiologi
Penyebab dari
pneumonia neonatal adalah hampir sama dengan penyebab pneumonia pada umumnya,
yaitu:
a. Bakteri: Grup B Streptokokus, Stapilokokus Aureus,
Stapilokokus Epidermidis, E.Coli, Pseudomonas, Serratia Marcescens, Klebsiella.
b. Virus: RSV, Adenovirus, Enterovirus, CMV.
c. Jamur: Candida.
(Supartini, 2004).
3.
Tanda dan Gejala
Gejala klinis tergantung pada lokasi, tipe kuman dan
tingkat berat penyakit Adapun gejala klinis dari pneumonia yaitu :
a. Tachypnea (laju
pernafasan >60 kali/menit).
b. Penggunaan otot
bantu pernapasan.
c. Pernapasan
cuping hidung
d. Retraksi di subcostal,
interkostal, atau situs suprasternal, dapat terjadi.
e. Terdapat suara tambahan dalam bernafas.
f. Terjadi sianosis terutama pada bibir
g. Suhu tidak
stabil.
( Leifer, 2007).
4. Pathofisiologi
Pada
kelahiran yang lama dan persalinan yang sukar, bayi sering memulai gerakan
pernafasan yang kuat di dalam uterus akibat terganggunya masukan oksigen
melalui placenta. Pada keadaan demikian bayi dapat mengaspirasi cairan amnion
yang mengandung vernix caseosa, sel epitel, mekonium atau benda-benda dari
saluran lahir yang terdapat bakteri pathogen. Apabila materi yang mengandung
bakteri pathogen tadi masuk ke saluran pernafasan.
Bakteri
penyebab terisap ke paru perifer melalui saluran napas menyebabkan reaksi
jaringan berupa edema, yang mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman.
Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadinya sebukan sel
PMN (polimorfonuklear), fibrin, eritrosit, cairan edema dan kuman di alveoli.
Proses ini termasuk dalam stadium hepatisasi merah. Sedangkan stadium
hepatisasi kelabu adalah kelanjutan proses infeksi berupa deposisi fibrin ke
permukaan pleura. Ditemukan pula fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan proses
fagositosis yang cepat. Dilanjutkan stadium resolusi, dengan peningkatan jumlah
sel makrofag maka terjadi pengerasan dinding paru dan akan terjadi penurunan compliance paru dan suplai O2
akan menurun yang menyebabkan hipoksia dan hiperventilasi. Hipoksia menyebabkan
metabolisme anaerob meningkat sehingga akan terjadi akumulasi asam laktat dan
terjadi fatigue sehingga akan muncul intoleransi aktivitas. Hiperventilasi akan
menyebabkan dispneu sehingga akan terjadi gangguan pola nafas.
Infeksi
saluran pernafasan bawah juga dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah yang
mengakibatkan eksudart plasma masuk ke alveoli dan akan terjadi ganguan difusi
dalam plasma sehingga menimbulkan gangguan pertukaran gas. Selain
itu terbentuknya eksudart dalam alveoli juga akan menyebabkan peningkatan
produksi sputum dan akan terjadi bersihan jaln nafas tidak efektif. Karena telah terjadi infeksi maka akan terjadi pula
peningkatan suhu tubuh sehingga akan terjadi peningkatan metabolisme sehingga
efaporasi akan meningkat yang mengakibatkan tubuh kehilangan cairan (Tambayong, 2007).
Peradangan
alveolus (parenkim paru
|
Gangguan perukaran gas
|
Gangguan difusi dalam plasma
|
Eksudart plasma masuk alveoli
|
septikimia
|
Peningkatan metabolisme
|
Efaporasi meningkat
|
Sebukan
PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema dan kuman di
alveoli
|
Melalui saluran
pernafasan
|
Akumulasi secret dalam bronkus
|
Bersihan jalan nafas tidak efeltif
|
Proliferasi
dan penyebaran kuman
|
Konsolidasi
jaringan paru
|
Dilatasi
pembuluh darah
|
Produksi
sputum meningkat
|
deposisi fibrin ke permukaan pleura
|
Sumber : Tambayong, 2007
|
Hipoksia
|
Suplai O2 menurun
|
Hiperventilasi
|
Dispneu
|
Metabolisme
anaerob meningkat
|
Gangguan pola nafas
|
Penuruna compliance paru
|
peningkatan jumlah sel makrofag
|
Pengerasan
dinding paru
|
Akumulasim asam laktat
|
Fatigue
|
6. Komplikasi
a. Gagal nafas dan sirkulasi
Efek pneumonia terhadap paru-paru pada orang yang
menderita pneumonia sering kesulitan bernafas,dan itu tidak mungkin bagi mereka
untuk tetap cukup bernafas tanpa bantuan agar tetap hidup.Bantuan pernapasan non-invasiv
yang dapat membantu seperti mesin untuk jalan nafas dengan bilevel tekanan
positif,dalam kasus lain pemasangan endotracheal tube kalau perlu dan
ventilator dapat digunakan untuk membantu pernafasan. Pneumonia dapat
menyebabkan gagal nafas oleh pencetus akut respiratory distress syndrome(ARDS).Hasil
dari gabungan infeksi dan respon inflamasi dalam paru-paru segera diisi cairan
dan menjadi sangat kental, kekentalan ini menyatu dengan keras menyebabkan
kesulitan penyaringan udara untuk cairan alveoli,harus membuat ventilasi mekanik
yang dibutuhkan (Leifer, 2007).
b.
Syok
sepsis dan septik
Merupakan komplikasi potensial dari pneumonia.Sepsis
terjadi karena mikroorganisme masuk ke aliran darah dan respon sistem imun
melalui sekresi sitokin.Sepsis seringkali terjadi pada pneumonia karena
bakteri; streptoccocus pneumonia merupakan salah satu penyebabnya.Individu
dengan sepsis atau septik membutuhkan unit perawatan intensif di rumah
sakit.Mereka membutuhkan cairan infus dan obat-obatan untuk membantu mempertahankan
tekanan darah agar tidak turun sampai rendah.Sepsis dapat menyebabkan kerusakan
hati,ginjal,dan jantung diantara masalah lain dan sering menyebabkan kematian (Leifer, 2007).
c.
Effusi
pleura,empyema dan abces
Ada kalanya,infeksi mikroorganisme pada paru-paru akan
menyebabkan bertambahnya(effusi pleura) cairan dalam ruang yang mengelilingi
paru(rongga pleura).Jika mikroorganisme itu sendiri ada di rongga
pleura,kumpulan cairan ini disebut empyema.Bila cairan pleura ada pada orang
dengan pneumonia,cairan ini sering diambil dengan jarum (toracentesis) dan
diperiksa,tergantung dari hasil pemeriksaan ini. Perlu pengaliran lengkap dari
cairan ini,sering memerlukan selang pada dada.Pada kasus empyema berat perlu
tindakan pembedahan.Jika cairan tidak dapat dikeluarkan,mungkin infeksi
berlangsung lama,karena antibiotik tiak menembus dengan baik ke dalam rongga pleura.
Jarang,bakteri akan menginfeksi bentuk kantong yang berisi cairan yang disebut
abses. Abses pada paru biasanya dapat dilihat dengan foto thorax dengan sinar x
atau CT scan.Abses-abses khas terjadi pada pneumonia aspirasi dan sering
mengandung beberapa tipe bakteri.Biasanya antibiotik cukup untuk pengobatan
abses pada paru,tetapi kadang abses harus dikeluarkan oleh ahli bedah atau ahli
radiologi (Leifer,
2007).
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
pneumonia khususnya bronkopneumonia pada neonatus terdiri dari 2 macam, yaitu
penatalaksanaan umum dan khusus (IDAI, 2012; Bradley et.al., 2011)
a.
Penatalaksaan
Umum
1)
Pemberian
oksigen lembab 2-4 L/menit à sampai sesak nafas hilang atau PaO2 pada analisis
gas darah ≥ 60 torr.
2)
Pemasangan
infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
3)
Asidosis
diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.
b.
Penatalaksanaan
Khusus
1)
Mukolitik,
ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam
pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibiotik awal.
2)
Obat
penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi,
atau penderita kelainan jantung
3)
Pemberian
antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis.
Pneumonia ringan à amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka
resistensi penisillin tinggi dosis dapat
dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari).
8. Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
a.
Pemeriksaan
radiology (Chest X-Ray) :
Teridentifikasi
adanya penyebaran (misal lobus dan bronchial), menunjukkan multiple
abses/infiltrat, empiema (Staphylococcus), penyebaran atau lokasi infiltrasi (bacterial),
penyebaran/extensive nodul infiltrat (viral).
b.
Pemeriksaan
laboratorium:
1)
DL,
Serologi, LED: leukositosis menunjukkan adanya infeksi bakteri, menentukan diagnosis
secara spesifik, LED biasanya meningkat.
2)
Elektrolit
: Sodium dan Klorida menurun, bilirubin biasanya meningkat.
3)
Analisis
gas darah dan Pulse oximetry menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan O2.
4)
Pewarnaan
Gram/Cultur sputum dan darah: untuk mengetahui oganisme penyebab.
5)
Analisa
cairan lambung, bila leukosit (+) menunjukkan adanya inflamasi amnion (risiko
pneumonia tinggi).
c.
Pemeriksaan
fungsi paru-paru :volume mungkin menurun, tekanan saluran udara meningkat,
kapasitas pemenuhan udara menurun dan hipoksemia (Bennete, 2013).
9. Asuhan
Keperawatan
a. Pengkajian
1)
Identitas
orang tua
2)
Identitas
bayi
·
Tanggal
lahir .... jam….
·
Jenis
kelamin ….
·
Kelahiran
tunggal / ganda
·
Lahir
hidup / mati
·
Ukuran
: BB, TB, LK, LD, LLA
·
Apgar
score
·
Lama
proses persalinan
3)
Riwayat
persalinan
·
Persalinan
di ….
·
Cara
persalinan …. Ditolong oleh …. Atas indikasi …
·
Lama
proses persalinan kala I ….
·
Lama
proses persalinan kala II ….
·
Perdarahan
….
·
Ketuban
pecah jam …. Jumlah …. Cc
·
Warna
air ketuban …. Bau …
·
Masalah
….
4)
Pemeriksaan
fisik
·
Tanggal
…. Jam ….
·
Keadaan
umum : lemah, letargis
·
Sistem pernafasan
Nafas cepat,
saat bernafas ada retraksi dada, kadang-kadang terjadi dipsnoe. Di saluran
nafas terdapat sisa cairan / air ketuban.
·
Sistem
kardiovaskuler
Denyut jantung
cepat > 120 x / menit, tampak sianosis.
·
Sistem
pencernaan
Kadang-kadang
dijumpai obstruksi esofagus dan duodenum.
5)
Pemeriksaan
penunjang :
·
Laboratorium
·
Laborat
darah rutin : d.b.n.
·
Rontgen
Ro thorak :
Terlihat bercak infiltrat, gerakan kedua lapang paru kasar, diameter antero
posterior tambah dan diafragma mendatar (Suriadi, 2005).
b. Diagnosa
Keperawatan
1) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
perfusi ventilasi.
2) Bersihan jalan
nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas.
3) Pola makan bayi tidak efektif berhubungan dengan
kegagalan neurologik.
4) Resiko kekurangan volume cairan.
5) Resiko infeksi berhubungan dengan teraspirasi cairan
amnion (NANDA, 2012)
|
Diagnosis Keperawatan
|
Tujuan
|
Intervensi
|
|
1
|
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi
ventilasi
Batasan karakteristik :
- tachicardi
- dispnea
- sianosis
- nafas
cuping hidung
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan
tak terjadi kerusakan pertukaran gas.
NOC : - status pernafasan
- status tanda vital
outcome : kandungan O2dalam darah d.b.n.
|
NIC :
•) Monitor pernafasan
Intervensi :
- monitor
irama, frekuensi, kedalaman, usaha dalam respirasi.
- Monitor
bunyi dan pola nafas
- Menjaga
kepatenan jalan nafas.
- Memposisikan
pasien dengan tepat dengan tujuan adekuatnya ventilasi
•) Manajemen asam basa
- monitor
status hemodinamik
- monitor
AGD
|
|
2
|
Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan
nafas oleh mukus.
Batasan karakteristik :
- dispnea
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan
bersihan jalan nafas efektif
- NOC
: bersihan jalan nafas /
|
NIC :
1) Manajemen
jalan nafas
- buka
jalan nafas
posisikan
pasien untuk memaksimalkan ventilasi dan mengurangi dispnea
|
|
- sianosis
- perubahan
ritme dan frekuensi
- pernafasan
- gelisah
|
trackeobronkial bersih
Indikator :
- Rr
dbn
- Suara
nafas bersih
- Tidak
ada sianosis
|
- auskultasi
suara nafas, catat adanya suara tambahan
- identifikasi
pasien perlunya pemasangan jalan nafas buatan
- keluarkan
sekret dengan suction
- monitor
respirasi dan status oksigen bila memungkinkan
2) Manajemen
suction
- kaji
kebutuhan suction oral / trakeal
- auskultasi
bunyi nafas sebelum dan sesudah suction
- gunakan
selang kateter suction sesuai ukuran
- gunakan
alat-alat proteksi : sarung tangan, masker
- berikan
O2 dengan konsentrasi 100% gunakan respirator atau resusitator manual
- monitor
status oksigen dan kemodinamik sebelum dan sesudah prosedur suction
- catat
tipe dan jumlah sekret
|
||
3
|
Pola makan bayi tidak efektif berhubungan dengan kegagalan neurologik
Batasan karakteristik :
- tidak mampu dalam menghisap,
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan
pola makan bayi efektif
NOC : Pola makan bayi efektif
|
NIC :
•) Enteral tube feeding
- pasang
NGT, OGT
- monitor
ketepatan insersi NGT / OGT
|
|
menelan dan bernafas
- tidak
mampu dalam memulai atau menunjang penghisapan efektif
|
- cek
peristaltik usus
- monitor
terhadap muntah / distensi abdomen
- cek
residu 4-6 jam sebelum pemberian enteral
•) TPN ( Total Parenteral Nutrisi )
- pelihara
tehnik steril dalam persiapan cairan
- cek
TPN kebenaran cairan nutrisi sesuai order
- gunakan
infus pump
- monitor
intake – output
- monitor
hasil GDS elektrolit, protein
- timbang
berat badan bayi tiap hari
•) Membantu menyusui bayi :
- monitor
reflek hisap bayi
- ajarkan
orangtua untuk menyusui
- ajarkan
orang tua untuk memeras ASI
- berikan
formula bila perlu
|
|||
4
|
Resiko kekurangan volume cairan
Faktor esiko :
- obstruksi esofagus dan duodenum
|
NOC : keseimbangan cairan setelah dilakukan tindakan ke-perawatan
selama … x 24 jam
|
NIC :
•) Manajemen cairan
- timbang popok bila diperlukan
|
|
diharapkan tak terjadi defisit volume cairan.
Indikator :
- tanda
vital dbn
- turgor
kulit elastis
- urine output ( + )
|
- pertahankan
catatan in take dan output
- monitor
status hidrasi( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat )
- monitor
vital sign
- monitor
indikasi retensi / kelebihan cairan ( crackes, edema, asites )
- monitor
masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian
- lakukan
terapi iv
- monitor
nutrisi
•) Terapi intra vena
- verifikasi
perintah terapi intra vena
- pertahanan
tehnik aseptik
- periksa
jenis cairan, jumlah, tanggal kadaluarsa, karakter cairan dan
kerusakan kontainer
- pilih
dan persiapkan pompa intra vena
- pasangkan
kontainer dengan tube yang sesuai
- simpan
cairan iv pada suhu ruangan
- identifikasi
apakah pasien mendapatkan obat yang tidak
|
|||
cocok dengan pengobatan yang diintruksikan
- berikan
pengobatan iv dan monitor hasilnya
- monitor
kecepatan iv dan area iv selama infusion
- monitor
overload cairan dari reaksi fisik
- monitor
kepatenan iv sebelum pemberian iv
- ganti
canul infus set tiap 48 jam
- pertahankan
dressing
- lakukan
pengecekan area iv secara teratur
- lakukan
perawatan iv secara teratur
- monitor
tanda dan gejala flebitis
|
||||
5
|
Resiko infeksi dengan faktor resiko :
- mengaspirasi
cairan amnion
- prosedur
invasif
|
NOC :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan
tak terjadi infeksi :
- vital
sign dbn
- integritas
kulit baik
- integritas
mukosa baik
|
NIC :
•) Kontrol infeksi
- bersihkan
lingkungan setelah dipakai pasien lain
- pertahankan
tehnik isolasi bagi pasien berpenyakit menular
- batasi
pengunjung bila perlu
- intruksikan
pengunjung selalu cuci tangan sebelum dan sesudah berkunjung
- gunakan
sabun anti mikroba untuk cuci tangan
|
|
- cuci
tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
- gunakan
baju pelindung dan sarung tangan
- pertahankan
lingkungan aseptik selama pemasangan alat
- ganti
letak iv cateter, dresing sesuai petunjuk umum
- tingkatkan
intake nutrisi
- berikan
tx anti biotik sesuai advis dokter
•) Proteksi infeksi
- monitor
tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
- saring
pengunjung terhadap penyakit menular
- pertahankan
tehnik aseptik pada pasien beresiko
- beri
perawatan kulit pada area aritema
- inspeksi
kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas dan drainase
- dorong
masukan nutrisi cairan yang cukup
- beri
tx anti biotik sesuai program dokter.
|