ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPLA BERAT
A. Pengertian
Cedera kepala berat adalah cedera dengan skala koma glasgow 3 – 8 atau dalam
keadaan koma (Mansjoer, A,dkk, 2001 : 3).
Cedera kepala berat adalah cedera kepala dimana otak
mengalami memar dengan kemungkinan adanya daerah hemoragi , pasien berada pada
periode tidak sadarkan diri (Smeltzer, S.C & Bare, B.C, 2002 : 2212).
Cedera kepala berat atau memar otak terjadi perdarahan
di dalam jaringan otak tanpa adanya robekan jaringan yang kasat mata, meskipun
neuron-neuron mengalami kerusakan atau terputus (Harsono, 2000 : 311).
Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
cedera kepala berat adalah cedera dengan skala koma glasgow 3 – 8, dimana otak mengalami memar
dengan kemungkinan adanya perdarahan di dalam jaringan otak tanpa adanya
robekan meskipun neuron-neuran terputus.
B. Penyebab
Penyebab cedera kepala antara lain adalah kecelakaan
lalu lintas, perkelahian, jatuh dan cedera olah raga, peluru atau pisau pada
cedera kepala terbuka ( Corwin, J.E, 2001 : 175 ).
C. Gambaran klinik
Gambaran klinik dari cedera kepala berat adalah kehilangan kesadaran dan/ atau terjadi
amnesia lebih dari 24 jam, kontusio serebral, laserasi, hematoma intrakranial,
dan skala koma glasgow 3 - 8 ( Hudak & Gallo, 1997: 226 ). Sedangkan gejala
lain yang lebih khas adalah pasien terbaring, kehilangan gerakan, denyut nadi
lemah, pernapasan dangkal, kulit dingin dan pucat, defekasi dan berkemih tanpa
disadari, tekanan darah dan suhu subnormal
( Smeltzer, S.C & Bare, B.G, 2000 : 2212 ).
D. Anatomi Patologi
Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan
tulang. Pelindung lain yang melapisi otak adalah meningen yang terdiri dari 3
lapisan yaitu duramater, araknoid, dan piameter. Sedangkan sifat anatomis yang
paling penting dalam mempengaruhi akibat trauma pada otak ialah tulang
tengkorak. Meskipun tengkorak menjadi pelindung terhadap trauma yang lebih
berat ia dapat berubah menjadi senjata terhadap otak.
Luka yang mengenai otak dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu:
1.
Hematoma epidural
Timbul setelah ruptura dari salah satu dari arteri meningea
media yang ada diantara durameter dan tulang tengkorak. Dalam hal ruptura, biasanya ada fraktur tulang
tengkorak dan bersifat perdarahan arteri maka hematoma epidural dengan cepat
berkumpul dan menyebabkan tekanan intrakranial yang progresif dan terjadi
beberapa menit sampai beberapa jam sesudah trauma.
2.
Hematoma Subdural
Berbeda dengan hematoma epidural yang berasal dari pedarahan
arteri, kebanyakan pedarahan subdural terjadi sesudah rupture dari beberapa
vena jembatan yang menghubungkan sistem vena dari otak dengan sinus venosus
yang tertutup di dalam durameter. Berpindahnya posisi otak yang terjadi pada
trauma dapat merobek beberapa vena halus pada tempat dimana mereka menembus
durameter, dengan akibat terjadi perdarahan di dalam ruang subdural.
3.
Luka Parenkim
Cedera kepala berat terjadi bila trauma tumpul merusak atau
menghancurkan jaringan otak tanpa merobek piameter. Kebanyakan tempat cedera
kepala berhubungan langsung dengan traumanya dimana terjadi pada tempat benturan
atau tempat yang berlawanan dengan tempat benturan. Otak dalam keadaan bergerak
membentur permukaan dalam tulang tengkorak atau pada bagian yang tidak rata
dalam tengkorak, misalnya sayap tulang sphenoid dan tepian tulang orbita, yang
menimbulkan cedera pada kutub frontal dan temporal serta pada qirus
orbitofrontalis ( Robbin & Kumar, 1995 : 492 ).
Variasi yang abnormal pada volume intrakranial dengan
diikuti perubahan tekanan intrakranial dapat disebabkan oleh perubahan volume
dari salah satu unsur diatas. Meningkatnya takanan dalam rongga kepala
dikompensasi oleh sistem vena dan cairan serebrospinal. Apabila tekanan terus meningkat, aliran darah otak
akan turun dan terjadi perfusi yang tidak adekuat. Ini akan menyebabkan
meningkatnya pCO2, turunnya pO2 dan pH. Keadaan ini akan
mengakibatkan terjadinya vasodilatasi dan edema serebral, yang pada gilirannya
makin meningkatkan tekanan intrakranial dan kompresi jaringan saraf, sehingga
otak akan mengalami penurunan O2 dan glukosa, sehingga metabolisme otak
terganggu ( Pahria, T, 1996 : 26-50 ).
E. Patofisiologi
Cedera kepala dapat terjadi karena cedera kulit, kepala,
tulang kepala, jaringan otak, baik terpisah maupun seluruh. Faktor yang
mempengaruhi luasnya cedera kepala adalah lokasi dan arah dari penyebab
benturan, kecepatan kekuatan yang datang, permukaan dari kekuatan yang menimpa,
kondisi kepala ketika mendapat benturan.
Cedera bervariasi dari luka kulit yang sederhana sampai
gegar otak luka terbuka dari tengkorak disertai kerusakan otak. Luasnya luka
bukan merupakan indikasi berat ringannya gangguan, pengaruh umum cedera kepala
dari ringan sampai berat ialah edema
otak, defisit sesorik, dan motorik, peningkatan intrakranial. Hal ini akan
mengakibatkan perubahan perfusi jaringan otak dimana kerusakan selanjutnya
timbul herniasi otak, iskemi otak dan hipoksia, ( Long, B.C, 1996 : 203 ). Pada
saat otak mengalami hipoksia tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui
proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada
cedera kepala berat hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam
laktat akibat metabolisme anaerob yang menyebabkan timbulnya asidosis
metabolik. Produksi asam laktat akan
merangsang reseptor nyeri sehingga timbul sakit kepala.
Otak dapat
berfungsi dengan baik
bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi . Energi yang
dihasilkan di dalam sel-sel
saraf hampir seluruhnya
melalui proses oksidasi . Otak tidak
punya cadangan oksigen ,
jadi kekurangan aliran darah ke otak
walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Dari gangguan fungsi otak
akan muncul berbagai gejala antara lain penurunan fungsi nervus vagus yang akan
membuat penurunan fungsi otot menelan dan beresiko tinggi terjadi perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (
Pahria,T,dkk, 1996 : 50 ).
Kerusakan
otak yang di jumpai pada trauma kepala dapat terjadi melalui 2 cara yaitu 1)
efek langsung trauma pada fungsi otak , 2) efek-efek kerusakan dari sel-sel
otak yang bereaksi terdapat trauma. Kerusakan neurologik langsung disebabkan
oleh suatu benda atau serpihan tulang yang menembus dan merobek jaringan otak
oleh pengaruh kekuatan yang diteruskan ke otak dan oleh efek perhambatan otak
yang terbatas dalam kompartemen yang kaku.
Derajat
kerusakan targantung kekuatan yang menimpa semakin besar kekuatan semakin parah
kerusakan. Ada dua macam kakuatan
yaitu pertama,cedera setempat karena benda tajam dengan kecepatan rendah dan
tenaga kecil. Kerusakan fungsi neurologik terjadi pada tempat terbatas dan
disebakan oleh benda / fragmen tulang yang menembus dura pada tempat serangan.
Kedua, cedera menyeluruh pada trauma tumpul kepala, kerusakan terjadi waktu
kekuatan diteruskan pada otak.
Banyak energi
diserap oleh lapisan pelindung ( rambut, kulit kepala, tengkorak ) tetapi pada
trauma hebat penyerapan ini tidak cukup untuk melindungi otak. Sisa energi
diteruskan ke otak dan menyebabkan kerusakan dan gangguan sepanjang jalan yang
dilewati karena jaringan lunak menjadi sasaran kekuatan itu.
Efek sekunder
trauma yang menyebabkan neurologik berat, disebabkan oleh reaksi jaringan
terhadap cedera. Setiap kali jaringan mengalami cedera responnya dapat
diperkirakan sebelumnya dengan perubahan isi cairan intrasel dan ekstrasel,
ekstravasasi darah, peningkatan suplai darah ketempat itu dan mobilisasi
sel-sel untuk memperbaiki dan membuang debris seluler.
Neuron atau
sel-sel fungsional dalam otak, bergantung dari menit ke menit pada suplai
nutrien yang konstan dalam bentuk glukosa dan oksigen, dan sangat peka terhadap
cedera metabolik apabila suplai terhenti sebagai akibat cedera, sirkulasi otak
dapat kehilangan kemampuannya untuk mengatur volume darah beredar yang
tersedia, menyebabkan iskemia pada beberapa daerah tertentu dalam otak, (
Price, 1999 : 1016 ).
F. PATHWAY
G. Fokus Pengkajian
Data-data
yang mungkin muncul pada cedera kepala meliputi 1). Aktivitas
dan istirahat yaitu merasa lemah, lelah, perubahan kesadaran, letargi.
2). Sirkulasi yaitu hipertensi,
bradikardi, perubahan tekanan darah. 3). Pola integritas ego yaitu perubahan
tingkah laku, cemas, bingung, mudah tersinggung. Eliminasi yaitu inkontinensia, kandung kemih / usus. Makanan
cairan yaitu mual, muntah dan mengalami perubahan selera. Neurosensori yaitu
kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, perubahan penglihatan
seperti ketajaman., perubahan kesadaran, perubahan status mental, perubahan
pupil, kehilangan penginderaan. Nyeri / kenyamanan yaitu sakit kepala dengan
intensitas dan lokasi yang berbeda, wajah menyeringai, respon menarik pada
ransangan nyeri, gelisah tidak bisa beristirahat, merintih. Pernapasan
yaitu perubahan pola napas ( apnea
diselingi hiperventi lasi ), stridor, ronki. Keamanan yaitu trauma baru,
fraktur / dislokasi, gangguan penglihatan, gangguan kognitif. Interaksi
sosial yaitu afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara
berulang-ulang (Doenges, M.E, 2000 : 270
- 272 ).
H. Fokus Intervensi
Intervensi keperawatan berdasarkan diagnosa
keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan cedera kepala adalah :
1.
Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
hemoragi, hematoma atau edema serebral.
Dibuktikan oleh perubahan tingkat kesadaran, kehilangan
memori, perubahan respon motorik / sensorik, perubahan tanda vital.
Kriteria
hasilnya adalah mempertahankan tingkat kesadaran biasa / perbaikan, kognisi dan
fungsi motorik / sensori, mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil, tak ada
peningkatan tekanan intrakranial.
Intervensinya adalah pantau / catat status neurologis, bandingkan
dengan nilai skala koma glasgow normal, pantau tekanan darah, evaluasi keadaan
pupil, ukuran, kesamaan, reaksi, kaji perubahan pada penglihatan, catat ada /
tidaknya refleks-refleks tertentu ( menelan, batuk ), pantau suhu dan atur suhu
lingkungan sesuai indikasi, pantau pemasukan dan pengeluaran, pertahankan
kepala / leher posisi tengah, netral, berikan waktu istirahat diantara
aktivitas keperawatan, Kolaborasi tinggikan kepala pasien 15 – 45 derajat
sesuai indikasi, batasi pemberian cairan sesuai indikasi, berikan oksigen
tambahan sesuai indikasi, berikan obat ( diuretik, manitol, steroid, analgesik
) sesuai indikasi ( Doenges, M.E, 2000 : 273 ).
2.
Resiko tinggi terhadap pola napas tak efektif
berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak),
obstruksi trakeobronkinal.
Kriteria
hasilnya adalah mempertahankan pola pernapasan normal (efektif, bebas sianosis,
analisa gas darah normal ).
Intevensinya
adalah pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan, angkat kepala tempat
tidur sesuai aturannya, posisi miring sesuai indikasi, anjurkan pasien untuk
untuk melakukan napas dalam yang efektif jika pasien sadar, lakukan penghisapan
dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10 – 15 detik, catat karakter, warna
dan kekeruhan sekret, auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi,
pantau penggunan dari obat-obat depresan pernapasan. Serta kolaborasi dapat
dipantau GDA, lakukan ronsen toraks ulang, berikan oksigen.
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan
dengan kerusakan persepsi, penurunan kekuatan.
Datanya adalah
ketidakmampuan bergerak, dalam lingkungan fisik, mobilitas di tempat tidur,
pemindahan, ambulasi, kerusakan koordinasi, keterbatasan rentang garak,
penurunan kekuatan otot.
Kriteria hasilnya adalah melakukan kembali
/ mempertahankan posisi fungsi optimal, mempertahankan/ meningkatkan kekuatan
dan fungsi bagian tubuh yang sakit, mendemonstrasikan teknik/perilaku yang memungkinkan di lakukannya kembali aktifitas,
mempertahankan intregitas kulit, kandung kemih, dan fungsi usus.
Intervensinya
adalah kaji derajat imobilisasi (skala 0-4), ubah posisi pasien secara teratur,
pertahankan kesejajaran posisi tubuh secara fungsional, berikan/ bantu
untuk melakukan latihan rentang gerak, tingkatkan aktifitas dan
partisipasi dalam merawat diri sendiri sesuai dengan kemampuan, berikan
perawatan kulit dengan cermat, masase dengan pelembab dan ganti linen tersebut
dengan bersih, pantau pola eleminasi.
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan
.dengan trauma jaringan, prosedur invasi.
Kriteria hasilnya
adalah bebas tanda infeksi, mencapai penyembuhan luka tepat waktu bila ada.
Intervensinya adalah berikan perawatan aseptik dan antiseptik, observasi daerah
kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang terpasang alat invasif, pantau suhu
tubuh secara teratur, anjurkan untuk melakukan napas dalam. Kolaborasinya
dengan cara berikan antibiotik sesuai
indikasi.
5. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk
mencerna nutrien, kelemahan otot untuk mengunyah, menelan.
Kriteria hasilnya yaitu kemajuan peningkatan berat badan
sesuai tujuan, tidak mengalami tanda-tanda malnutrisi.
Intervensinya
adalah kaji kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan, batuk dan mengatasi
sekresi, auskultasi bising usus, timbang berat badan sesuai indikasi, jaga
keamanan saat memberikan makan pada pasien, tinggikan kepala tempat tidur,
berikan makan dalam jumlah kecil dan dalam waktu yang sering dengan teratur.
Kolaborasinya yaitu konsultasi dengan ahli gizi, pantau pemeriksaan
laboraturium, berikan makan dengan cara yang sesuai ( Doenges, M.E, 2000 : 286
).
6.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.
Kriteria hasilnya adalah
berpatisipasi dalam proses belajar, mengungkapkan pemahaman tentang kondisi,
aturan pengobatan, melakukan prosedur
yang diperlukan dengan benar.
Intevensinya
adalah evaluasi kemampuan dan kesiapan untuk belajar dari pasien dan juga
keluarganya, berikan kembali informasi yang berhubungan dengan proses trauma
dan pengaruh sesudahnya, diskusikan rencana untuk memenuhi kebutuhan perawatan
diri, berikan instruksi dalam bentuk tulisan dan jadwal mengenai aktivitas,
obat dan faktor penting, identifikasi sumber-sumber yang berada di masyarakat.
7. Kurangnya
perawatan diri higiene berhubungan dengan kelemahan otot.
Kriteria hasilnya adalah untuk dapat
melakukan perawatan diri mandiri.
Intervensinya adalah kaji kemampuan pasien, ikut sertakan
pasien dalam rencana kegiatan, dorong perawatan diri bekerjasama dengan
kemampuan yang sekarang, Bantu dalam perawatan diri.
8. Gangguan rasa nyaman nyeri lokal
berhubungan dengan adanya edema serebral dan hipoksia.
Kriteria hasilnya
adalah pasien tidak mengeluh nyeri, hematoma dan pembengkakan hilang atau
berkurang, pasien dapat beristirahat dengan tenang.
Intervensinya adalah kaji tipe, lokasi dan durasi nyeri, jelaskan
patologis terjadinya nyeri akibat daripada cedera, batasi daerah yang cedera,
kaji perubahan intensitas nyeri, observasi tanda-tanda vital, ajarkan teknik
relaksasi, observasi perubahan perilaku terhadap perasaan tidak nyaman,
kolaborasi pemberian analgetik ( Wahidi, K. R.
& Aryati, Y, !996 : 54 ).
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, E.J, 2001, Buku Saku Patofisiologi, alih bahasa Brahm V, Pedit, EGC, Jakarta .
Doenges, M.E, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan,
alih bahasa EGC, Jakarta .
Harsono, 2000, Kapita Selekta Neurologi, Gajah
Mada University ,Press,
Yogyakarta .
Harsono, 1999, Buku Ajar Neurology Klinis, Gajah
Mada University ,Press,
Yogyakarta .
Hudak & Gallo, 1996, Keperawatan Klinis, EGC, Jakarta.
Long, B.C,
1996, Perawatan Medikal Bedah Alih
Bahasa YIAPKP, Yayasan IAPK Pejajaran, Bandung.
Mansjoer,A, dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Media
Aesculapius, Jakarta
Pahria, T, dkk,
1996,Asuhan Keperawatan pada Pasien
dengan Gangguan Sistem Persarafan, EGC, Jakarta.
Price, 1999, Fisiologi
Proses Penyakit Edisi 4, Alih Bahasa Peter Anugrah, ECG, Jakarta.
Syaifuddin,
1997, Anatomi Fisiologi Untuk Siswa
Perawat Edisi 2, EGC, Jakarta.
Wahidi, K.R,
& Aryati, Y,1996, Standar Asuhan Keperawatan Di Instalansi Gawat Darurat
RSCM Jakarta, FIKUI, Jakarta.
BAB II
RESUME KEPERAWATAN
Pengkajian dilakukan pada tanggal
14 juli 2004 pukul 08.30 WIB oleh Romadoniyah diruang barokah RSU PKU
Muhammadiyah Gombong.
A. Pengkajian
1.
Identitas Pasien.
Tn. B berumur 45 tahun, jenis kelamin laki-laki,
pendidikan SD, pekerjaan tani, agama Islam, suku bangsa Jawa / Indonesia,
alamat Munggu 2/5 Petanahan, tanggal masuk 11 juli 2004, diagnosa medis cidera
kepala berat, no register 082054.
2.
Riwayat Keperawatan.
Pasien pernah sakit maag dan dirawat di RSU. PKU
Muhammadiyah Petanahan. Pada tanggal 6 Juli 2004 mengalami kecelakaan lalu
lintas dan masuk RSU. PKU Muhammadiyah Gombong atas kiriman RSU. PKU
muhammadiyah Petanahan dengan kesedaran apatis E4MGV2 dan diagnosa medis
observasi CKB post kecelakaan lalu lintas, dengan gelisah, mual, muntah.
Kemudian masuk ICU, masuk ke barokah tanggal 11 juli 2004 pukul 12.30 WIB
dengan kesadaran apatis E4M6V2, gelisah.
Pemeriksaan laboratorium tanggal 07 juli 2004 didapatkan Hemoglobin 10 gram%,
Hematokrit 32 Vol%, Ureum 41,3mg/dl, kreatimin 1,1mg/dl, gula sewaktu 149
mg/dl, Kalium 2,9 md/ l.
Dalam
keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit menular maupun keturunan,
tidak ada yang pernah mengalami kecelakaan lalu lintas.
3.
Pengkajian Fokus.
Pada saat dikaji pasien mengatakn sakit kepala,
kadang-kadang nyeri sedang, skala 5 (skala 0 – 10), lemas diseluruh tubuh,
males untuk minum obat. Dari penjelasan istri pasien, suaminya tadi pagi hanya
makan ½ porsi yang disediakan,gelisah, malam sering terbangun dari tidur. Istri
pasien ingin pulang dan merawat suaminya
sendiri di rumah, tetapi belum tahu cara perawatan luka di rumah.
Luka ditelapak tangan kanan atas ± 4 cm dengan 3
jahitan, kering, jahitan menghitam, kotor. Luka ditelapak kaki kiri ± 5 cm
dengan 5 jahitan, kotor, menghitam, sela ibu jari kaki ke 1 dan 2 basah, kotor,
ada jahitam yang sudah menghitam. Pasien tampak lemah, terpasang
kateter no 18, kuku kotor, rambut dan kulit kotor. Tekanan darah
120/80 mmHg, nadi 80 x/mt,
pernapasan 18 x/mt, suhu peraksila 37,2 oC.
B. Analisa Data dan Diagnosa
NO
|
Data
Fokus
|
Penyebab
|
Masalah
|
1
2
3
4
5
|
DS :pasien mengatakan sakit
kepala, lupa tanggal dan hari.
DO
:pasien tampak bingung, dalam menerima penjelasan susah mengerti, skala koma
glasgow 14 E4M6U4
TD : 100 / 70 mmHg
N : 68 x / mt S : 37,30C
R : 18 x / mt
DS : pasien
mengatakan sakit kepala,rasanya cekot-cekot, munculnya kadang-kadang,
DO : pasien
tampak gelisah, sering memegangi kepala, ekspresi wajah tegang, skala 5
TD : 120/80 mmHg R : 18x/menit S : 37,20C
N : 80 x/menit
DS
: Istri pasien mengatakan suaminya
tadi pagi sudah diseka dan gosok gigi tetapi dibantu.
DO
: Kuku dan rambut kotor, kulit kurang bersih.
DS
: Istri pasien mengatakan kalau dirumah merawat luka dengan cairan
merah-merah.
DO
: Keluarga dan pasien ingin pulang, pasien sering minta rokok dan susah minum
obat.
DS :
DO: Ada
luka terbuka di telapak tangan kanan atas ± 4cm dan 3 jahitan, kering.
Luka ditelapak kaki kanan ±
5cm dan 5 jahitan, kotor menghitam, kering.
Luka sela jari kaki 1 dan 2
basah,kotor,ada 2 jahitan
|
Edema serebal
Peningkatan tekanan intrakranial
Kelemahan Fisik
Kurang Informasi
Adanya luka
|
Perubahan perfusi jaringan serebal
Nyeri akut
( sakit kepala )
Kurangnya perawatan diri
( personal higlen )
Kurang pengetahuan mengenai kondisi
pasien dan perawatan luka dirumah.
Resiko infeksi
|
Diagnosa
keperawatan berdasarkan prioritas adalah :
1.
Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
edema serebral.
2.
Nyeri
akut ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial.
3.
Kurangnya perawatan diri ( personal higine )
berhubungan dengan kelemahan fisik.
4.
Kurang pengetahuan mengenai kondisi pasien dan perawatn
luka di rumah berhubungan dengan kurang informasi.
5.
Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka post
kecelakaan lalu lintas..
C. Intervensi, Implementasi dan Evaluasi.
1.
Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
edema serebral.
Tujuan dilakukan tindakan keperawatan adalah selama 1 x 24
jam diharapkan perfusi jaringan serebral terpenuhi dengan kriteria tanda-tanda
vital stabil, fungsi sensorik baik, skala koma glasgow 15 ( E4M6V5
).
Intervensinya adalah kaji faktor penyebab, pantau status
neurologis dengan skala koma glasgow
, pantau tanda-tanda vital, kaji perubahan penglihatan, kaji reflek-reflek
seperti batuk, menelan , berikan waktu istirahat di antara waktu tindakan, atur
posisi datar dan kolaborasi pemberian obat sesuai program.
Implementasi yang telah dilaksanakan adalah pada tanggal 15
Juli 2004 pukul 07.15 WIB mengkaji kesadaran pasien, respon pasien skala koma
glasgow 14 E4M6V4 , mengukur tanda-tanda vital, hasilnya tekanan darah 100/70
mmHq, frekuensi nadi 68 x/mt, pernafasan 18 x/mt, suhu tubuh peraksila 37,3 oC.
Pada pukul 11.15 WIB memberikan obat latrofil 400 mg melalui oral, respon
pasien mau minum obat dengan bujukan / motivasi.
Evaluasi yang telah dilaksanakan pada tanggal 15 juli 2004
pukul 13.00 WIB adalah didapatkan data pasien mengatakan sakit kepala
berkurang, ingat kejadian / saat kejadian pasien ingin ke jetis,tapi tidak
ingat hari dan tanggalnya , pasien masih tampak bingung, kurang berespon
terhadap penjelasan informasi, skala koma glasgow 14 E4MGV4, tekanan darah
110/70 mmHg, nadi 72 x/mt,
pernapasan 20 x/mt, suhu peraksila 37o C.Hal ini berarti masalah
perfusi jaringan serebral belum teratasi, dan rencana tindakan
selanjutnya adalah anjurkan pasien tetap minum obat teratur di rumah dan
kontrol ulang.
2. Nyeri akut ( sakit kepala ) berhubungan
dengan peningkatan tekanan intrakranial.
Tujuanya
adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam nyeri berkurang
dengan kriteria pasien mengatakan nyeri berkurang, skala 3, pasien tampak
rileks, tekanan darah 120/80 mmHg,
nadi 60 - 100 x/mt, pernapasan 16 - 20 x/mt, suhu peraksila 36 – 37,5 oC.
Intervensinya
adalah kaji skala, intensitas, lokasi nyeri, ajarkan tehnik relaksasi napas
dalam, observasi, tanda-tanda vital,
anjurkan banyak istirahat, berikan posisi yang nyaman, kolaborasi pemberian
analgetik.
Adapun pelaksanaan
dari rencana tindakan tersebut adalah
tanggal 14 juli 2004 pukul 08.30 mengobservasi tanda-tanda vital hasilnya
tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 x/mt, pernapasn 18 x/mt, suhu peraksila 37, 2 oC,pukul 08.35 WIB,mengkaji
skala,intensitas dan lokasi nyeri respon pasien skala 5, sakit di kepala,
nyerinya sedang, terasa cekot-cekot. Pukul 08.40 WIB, mengajarkan teknik napas
dalam respon pasien tidak maksimal mengikuti,
pada pukul 11.45 WIB memberikan obat Nicholas 500mg respon pasien mau
minum obat.
Hasil evaluasi
pukul 13.00 WIB nyeri teratasi sebagian dengan data subyektf pasien mengatakan
nyeri masih ada, sedikit berkurang, data obyektif wajah tampak lebih rileks,
tidak memegangi kepala terus, bisa tidur, skala 4, tekanan darah 100/70
mmHg nadi 64 x/mt, pernapasan 18 x/mt, suhu
peraksila 37 oC sehingga intervensi perlu dilanjutkan semua,pada
tanggal 15 Juli 2004 pukul 07. 30 WIB mengobservasi tanda-tanda vital hasilnya
tekanan darah 100/70 mmHg nadi 68 x/mt
pernapasan 18 x/mt suhu peraksila 37,5 oC, pada pukul 07.40
mengkaji skala nyeri respon pasien skala 4, pukul 07.45 WIB menganjurkan banyak
istirahat respon pasien bisa istirahat, pukul 11. 15 WIB memberikan obat Nicohlas 500 mg.
Evaluasi pukul
12.30 WIB maslah nyeri teratasi sebagian dengan data subyektiuf pasien
mengatakan nyeri berkurang, kadang-kadang munculnya nyeri ( sakit kepala
) sedang, data obyektif pasien tampak lebih tenang, rileks, pasien lebih banyak
tidur, skala 4, tekanan darah 110/70
mmHg, nadi 72 x/mt, pernapasan 20 x/mt, suhu 37 oC,
untuk itu intervensinya motivasi untuk banyak istirahat di rumah, dan minum
obat terattur.
3.
Kurangnya perawatan diri ( personal higiene )
berhubungan dengan kelemahan fisik.
Tujuannya adalah setelah dilakukan tindakan 2 x 24 jam
kebutuhan personal higiene terpenuhi dengan kriteria pasien mampu memenuhi
kebutuhan personal hygiene sendiri, rambut bersih, kuku dan kulit bersih.
Intervensinya adalah kaji tingkat kemampuan keluarga, kaji
kebiasaan pasien dalam memenuhi personal higine, berikan pengertian pentingnya
menjaga kebersian diri, libatkan keluarga dalam memberikan tindakan, berikan
bantuan memenuhi kebutuhan personal higine.
Adapun
tindakan yang penulis lakukan adalah pada tanggal 14 juli 2004 pukul 08.40 WIB
mengkaji kemampuan pasien responnya pasien mandi dan gosok gigi dibantu istrinya,
pukul 08.45 WIB mengkaji kebiasan pasien respon pasien biasa mandi 2 x / hari,
gosok gigi 2 x / hari, keramas 2 x / minggu tanpa bantuan, evaluasi dari
tindakan pukul 13.00 WIB masalah belum teratasi dengan data subjektif istri
pasien mengatakan suaminya tadi pagi sudah diseka, gosok gigi, pentingnya
menjaga kebersihan diri sudah mengerti, data obyektif rambut masih kotor, kuku
kotor, kulit juga kotor, untuk itu tindakan masih perlu dilakukan seperti
berikan penjelasan pentingnya menjaga kebersihan, libatkan keluarga dalam
tindakan, berikan bantuan dalam merawat diri.
Tindakan tanggal 15 juli 2004 pukul 09.55 WIB menjelaskan
pentinganya menjaga kebersihan diri respon pasien mengerti, pukul 10.00 WIB
memberikan bantuan memotong kuku, respon pasien mau dipotong bagian kuku
tangan, sedangkan kuku kaki akan memotong sendiri karena sakit , kuku tangan bersih.
Pada pukul 12.30 WIB evaluasinya adalah masalah kurangnya
perawatan diri ( personal hygiene ) teratasi sebagian dengan data pasien
mengatakan lebih nyaman setelah dipotong kukunya, lebih segar tadi pagi setelah
mandi dan gosok gigi, sehingga tindakan intervensinya selanjutnya adalah
anjurkan di rumah tetap mandi, gosok gigi ( menjaga kebersihan ) tetapi pada bagian
luka jangan dibasahi dulu.
4.
Kurang pengetahuan mengenai kondisi pasien dan
perawatan di rumah berhubungan dengan kurang informasi.
Tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam
keluarga pasien mengerti tentang kondisi dan perawatan pasien di rumah dengan
kriteria keluarga mengatakan sudah mengerti tentang kondisi dan perawatan,
tingkah laku sesuai dengan yang dianjur
Intervensinya adalah kaji tingkat pengetahuan pasien, berikan
informasi ulang, berikan contoh perawatan luka di rumah, kaji fasilitas
kesehatan di rumah, berikan pendidikan kesehatan.
Adapun tindakan yang dilakukan penulis adalah pada tanggal 14
juli 2004 pukul 11.00 WIB mengkaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga
respon pasien dan keluarga belum tahu perawatan pasien hanya tahu untuk merawat
luka dengan caiaran yang merah- merah,
Evaluasi dari tindakan tersebut pukul 13.00 WIB masalah
teratasi sebagian dengan data subyektif istri pasien mengatakan perawatan luka
dengan betadin, pasien ingin merokok terus, data obyektif istri pasien
mengikuti program yang dianjurkan, pasien masih susah untuk ikut program
perawatan, untuk intervensi selanjutnya tetap dilakukan semua.
Pada tanggal 15 juli 2004 pukul 11.30 WIB mengkaji fasilitas
kesehatan di rumah respon rumah pasien dekat dengan mantri, pada pukul 12.00
WIB memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan luka di rumah respon
pasien tidur saat diberi penjelasan, istri pasien memperhatikan penjelasan.
Evaluasi pukul 12.30 WIB masalah teratasi dengan data istri
pasien mengatakan sudah mengerti tentang cara perawatan luka di rumah, untuk
intervensi selanjutnya anjurkan melakukan perawatan luka di rumah sesuai yang
dianjurkan, minum obat teratur dan kontrol.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan luka
post kecelakaan lalu lintas.
Tujuannya adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
infeksi tidak terjadi dengan kriteria tidak terjadi tanda-tanda infeksi ( kalor, rubor, dolor, tumor dan penurunan
fungsi ).
Intevensinya adalah kaji faktor resiko, observasi tanda-tanda vital, berikan perawatan luka
dengan teknik septik dan antiseptik, kolaborasi pemberian antibiotik.
Adapun tindakan
yang dilakukan adalah pada tanggal 14 juli 2004 pukul 08.30 WIB
mengkaji/mengukur tanda-tanda vital hasilnya tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80
x/mnt, pernapasan 18 x/mnt, suhu 37,2 oC.Pukul 10.00
WIB memberikan perawatan luka dengan teknik septik dan antiseptik respon luka
ditelapak tangan atas kanan kering, jahitan tiga menghitam, luka-luka ± 4 cm,
luka ditelapak kaki dekat jari ke tiga sampai jari ke lima kering, ada lima
jahitan , kotor, luka disela ibu jari dengan jari ke satu ada dua jahitan dan menghitam, pukul 11.45 WIB memberikan
obat latrofil 400 mg respon pasien mau minum obat.
Evaluasi pukul 13.00 WIB infeksi tidak terjadi dengan data obyektif tidak
ada rubor, dolor, kalor, tekanan darah
110/70 mmHg, nadi 64 x/mt, frekuensi pernapasan 18 x/mt, suhu 37,5 oC
adapun tindakan dilanjutkan semua.
Tanggal 15 juli
2004 pukul 07.30 WIB mengobservasi tanda-tanda vital hasilnya 100/70 mmHg, nadi
68 x/mtfrekuensi pernapasan 18 x/mt, suhu 37,3 oC, pukul 09.00WIB
memberikan perawatan luka dengan teknik septik dan antisepti dan mengangkat
jahitan respon luka di telapak tangan kanan atas terdapat pus dijahitan ke dua, jahitan masih
satu belum dilepas, luka disela ibu jari kaki
dan jari ke satu basah, kotor,
jahitan dilepas semua. Pukul 11.15 WIB memberikan obat latrofil 400 mg respon
pasien sempat menolak minum obat, tetapi dengan motivasi akhirnya pasien mau
minum obat.
Evaluasi pukul
12.30 infeksi tidak terjadi dengan data subyektif pasien menyatakan nyaman
setelah diganti balutan lukanya, data obyektif luka ditangan ada pus, masih ada
jahitan satu, luka ditelapak kaki kering jahitan sudah dilepas, luka disela ibu jari kaki dan
jari ke satu basah, kotor, jahitan dilepas semua, untuk itu intervensinya
anjurkan di rumah tetap melakukan perawatan luka, minum obat dan kontrol.
(Syaifuddin, 1997 : 126)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar