A.
Pengertian
Komusio serebri atau gegar otak merupakan bentuk
trauma kapitis ringan, dimana terjadi pingsan ( kurang dari 10 menit ). Gejala
– gejala lain mungkin termasuk pusing, noda – noda didepan mata dan linglung. Comusi
cerebri tidak meninggalkan gejala sisa atau tidak menyebabkan kerusakan
struktur otak ( Yasmin Asih,
1996 : 48 ).
Komusio serebri adalah gegar otak tanpa perdarahan,
tanpa gangguan kontinuitas jaringan ( Aryati dan Wahidi, 1996 : 50 ).
Komusio serebri atau gegar otak adalah keadaan pingsan
yang berlangsung tidak lebih dari 10 menit akibat trauma kepala yang tidak
disertai kerusakan jaringan otak. Pasien mungkin mengeluh nyeri kepala,
vertigo, mungkin muntah tampak pucat ( Harsono, 1996 : 310 ).
Jadi komusio serebri merupakan suatu trauma capitis
ringan tanpa adanya kerusakan jaringan otak dimana terjadi pingsan kurang dari
10 menit disertai pusing dan mungkin muntah.
B. Etiologià pake mana ?
Penyebab cedera kepala antara lain :
1.
Kecelakaan sepeda montor/ lalu lintas.
2.
Jatuh, benturan dengan benda keras.
3.
Karena pukulan dengan benda tajam, tumpul dan
perkelahian.
4.
Cedera karena olah raga.
( Corwin, 2001 : 175 ).
C.
Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan O2
dan glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel – sel saraf
hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2,
jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan
gangguan fungsi otak. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan
bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan
koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha
memenuhi kebutuhan O2 melalui proses metabolik anaerob, yang dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh darah.
Dalam keadaan normal aliran darah serebral adalah 50 –
60 ml/menit/100 gr jaringan otak yang merupakan 15 % dari curah jantung (Yasmin
Asih, 1996 : 50).
D.
Manifestasi Klinik
Adapun tanda dan gejala yang tampak pada pasien komusio serebri adalah :
a.
Pingsan tidak lebih 10 menit.
b.
Tanda – tanda vital dalam batas normal/ menurun.
c.
Setelah sadar timbul keluhan nyeri, pusing, muntah.
d.
Amnesia retrograd.
e.
Tidak terdapat kelainan neurologik lainnya.
f.
GCS antara 13 – 15.
( Aryati dan Wahidi, 1996 : 50 ).kus
Intervensi.
E. Pathway dan Masalah Keperawatan
F. Fokus Pengkajian
Diisi ya
G.
Fokus Intervensi.
1.
Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
penghentian aliran darah oleh : edema serebral ( respon lokal atau umum pada
cedera ) ( Doenges, 2000 : 273 ).
Tujuan : Tidak terjadi
perubahan perfusi jaringan serebral.
Intervensi :
a.
Pantau status neurologis secara teratur ( GCS ).
b.
Pantau tanda vital.
c.
Catat ada atau tidaknya reflek tertentu.
d.
Pertahankan kepala atau leher pada posisi tengah.
e.
Berikan obat sesuai indikasi.
2.
Resiko tinggi terhadap pola nafas tidak efektif
berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial ( Doenges, 2000 : 277 ).
Tujuan : Jalan nafas
efektif atau bersih.
Intervensi :
a.
Pantau frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan.
b.
Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi
miring sesuai indikasi.
c.
Anjurkan pasien untuk melakukan nafas dalam yang
efektif jika pasien sadar.
d.
Lakukan penghisapan dengan ekstra hati – hati jika
pasien koma, atau dalam keadaan immobilisasi dan tidak dapat membersihkan jalan
nafasnya sendiri.
e.
Lakukan rontgen torak.
3.
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan terapi
pembatasan tirah baring, imobilisasi ( Doenges, 2000 : 282 ).
Tujuan : Mampu
melakukan aktifitas fisik
Intervensi :
a.
Kaji derajat mobilisasi dengan skala ketergantungan
b.
Anjurkan pasien untuk alih baring maksimal 2 jam
sekali.
c.
Tingkatkan aktivitas dan partisipasi dalam merawat diri
sendiri sesuai kemampuan.
d.
Libatkan peran keluarga dalam pemenuhan kebutuhan.
e.
Bantu untuk latihan rentang gerak
f.
Kolaborasi dengan fisioterapi.
4.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan ( Doenges, 2000 : 285 ).
Tujuan : Kebutuhan
nutrisi terpenuhi.
Intervensi :
a.
Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah dan menelan.
b.
Timbang berat badan sesuai indikasi.
c.
Berikan makanan dalam jumlah kecil, sering dan teratur
sesuai kebutuhan.
d.
Kaji adanya tanda – tanda malnutrisi : nilai
laboratorium.
e.
Kolaborasi ahli gizi.
5.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan
jaringan kulit ( Doenges : 2000 : 204 ).
Tujuan : Infeksi tidak
terjadi.
Intervensi :
a.
Monitor tanda –
tanda infeksi
b.
Berikan perawatan luka dengan teknik septik dan
aseptik.
c.
Observasi daerah kulit yang mengalami luka.
d.
Ganti balutan setiap hari
e.
Kolaborasi dengan tim dokter untuk pemberian
antibiotik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar