Rabu, 09 Januari 2013

ASKEP COMSIO SEREBRI




A.    Pengertian
Komusio serebri atau gegar otak merupakan bentuk trauma kapitis ringan, dimana terjadi pingsan ( kurang dari 10 menit ). Gejala – gejala lain mungkin termasuk pusing, noda – noda didepan mata dan linglung. Comusi cerebri tidak meninggalkan gejala sisa atau tidak menyebabkan kerusakan struktur otak              ( Yasmin Asih, 1996 : 48 ).
Komusio serebri adalah gegar otak tanpa perdarahan, tanpa gangguan kontinuitas jaringan ( Aryati dan Wahidi, 1996 : 50 ).
Komusio serebri atau gegar otak adalah keadaan pingsan yang berlangsung tidak lebih dari 10 menit akibat trauma kepala yang tidak disertai kerusakan jaringan otak. Pasien mungkin mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin muntah tampak pucat ( Harsono, 1996 : 310 ).
Jadi komusio serebri merupakan suatu trauma capitis ringan tanpa adanya kerusakan jaringan otak dimana terjadi pingsan kurang dari 10 menit disertai pusing dan mungkin muntah.

B.     Etiologià pake mana ?

Penyebab cedera kepala antara lain :
1.   Kecelakaan sepeda montor/ lalu lintas.
2.   Jatuh, benturan dengan benda keras.
3.   Karena pukulan dengan benda tajam, tumpul dan perkelahian.
4.   Cedera karena olah raga.
( Corwin, 2001 : 175 ).

C.     Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan ­­O2 dan glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel – sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi otak. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan O2 melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah.
Dalam keadaan normal aliran darah serebral adalah 50 – 60 ml/menit/100 gr jaringan otak yang merupakan 15 % dari curah jantung (Yasmin Asih, 1996 : 50).

D.    Manifestasi Klinik
Adapun tanda dan gejala yang tampak pada pasien komusio serebri adalah :
a.       Pingsan tidak lebih 10 menit.
b.      Tanda – tanda vital dalam batas normal/ menurun.
c.       Setelah sadar timbul keluhan nyeri, pusing, muntah.
d.      Amnesia retrograd.
e.       Tidak terdapat kelainan neurologik lainnya.
f.       GCS antara 13 – 15.
( Aryati dan Wahidi, 1996 : 50 ).kus Intervensi.

 

E.     Pathway dan Masalah Keperawatan


F.     Fokus Pengkajian

Diisi ya

G.    Fokus Intervensi.
1.   Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah oleh : edema serebral ( respon lokal atau umum pada cedera ) ( Doenges, 2000 : 273 ).
Tujuan               : Tidak terjadi perubahan perfusi jaringan serebral.
Intervensi          :
a.          Pantau status neurologis secara teratur ( GCS ).
b.         Pantau tanda vital.
c.          Catat ada atau tidaknya reflek tertentu.
d.         Pertahankan kepala atau leher pada posisi tengah.
e.          Berikan obat sesuai indikasi.
2.   Resiko tinggi terhadap pola nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial ( Doenges, 2000 : 277 ).
Tujuan               : Jalan nafas efektif atau bersih.
Intervensi          :
a.          Pantau frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan.
b.         Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miring sesuai indikasi.
c.          Anjurkan pasien untuk melakukan nafas dalam yang efektif jika pasien sadar.
d.         Lakukan penghisapan dengan ekstra hati – hati jika pasien koma, atau dalam keadaan immobilisasi dan tidak dapat membersihkan jalan nafasnya sendiri.
e.          Lakukan rontgen torak.
3.   Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan terapi pembatasan tirah baring, imobilisasi ( Doenges, 2000 : 282 ).
Tujuan               : Mampu melakukan aktifitas fisik
Intervensi          :
a.          Kaji derajat mobilisasi dengan skala ketergantungan
b.         Anjurkan pasien untuk alih baring maksimal 2 jam sekali.
c.          Tingkatkan aktivitas dan partisipasi dalam merawat diri sendiri sesuai kemampuan.
d.         Libatkan peran keluarga dalam pemenuhan kebutuhan.
e.          Bantu untuk latihan rentang gerak
f.          Kolaborasi dengan fisioterapi.
4.   Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan ( Doenges, 2000 : 285 ).
Tujuan               : Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Intervensi          :
a.       Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah dan menelan.
b.      Timbang berat badan sesuai indikasi.
c.       Berikan makanan dalam jumlah kecil, sering dan teratur sesuai kebutuhan.
d.      Kaji adanya tanda – tanda malnutrisi : nilai laboratorium.
e.       Kolaborasi ahli gizi.
5.   Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit ( Doenges : 2000 : 204 ).
Tujuan               : Infeksi tidak terjadi.
Intervensi          :
a.       Monitor  tanda – tanda infeksi
b.      Berikan perawatan luka dengan teknik septik dan aseptik.
c.       Observasi daerah kulit yang mengalami luka.
d.      Ganti balutan setiap hari
e.       Kolaborasi dengan tim dokter untuk pemberian antibiotik.


Tidak ada komentar: